Beranda | Artikel
Sebuah Pelajaran Bagi Penimba Ilmu
Minggu, 24 Januari 2016

Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili hafizhahullah berkata :

Diantara fikih/kedalaman ilmu salafus shalih -semoga Allah meridhai mereka- ialah perkataan mereka, “Sesungguhnya kami tidak banyak berbicara di sisi para pembesar/senior kami.” (diriwayatkan oleh Khathib al-Baghdadi dalam al-Jami’ li Akhlaqir Rawi no. 706)

Adalah para salafus shalih -semoga Allah meridhai mereka- menyerahkan apa-apa yang menjadi hak orang-orang yang lebih senior kepada orang-orang yang lebih senior. Sehingga setiap orang diantara mereka akan menyibukkan dirinya dengan apa-apa yang semestinya dia kerjakan.

Adapun sebagian penimba ilmu di masa sekarang ini, kamu dapati mereka itu berbicara dan membahas perkara apa saja. Mereka masuk dan nimbrung dalam masalah apa pun. Walaupun hal itu bukanlah dalam kapasitas dan wewenang mereka. Akhirnya mereka tidak bisa mengambil faidah apa-apa dan tidak juga memberikan faidah sedikit pun.

Mereka hanya menyia-nyiakan waktunya. Sehingga mereka terjerumus dalam kekeliruan dan ketergelinciran. Sudah semestinya seorang penimba ilmu menyadari kadar dan kapasitas dirinya sendiri. Dia berhenti dimana seharusnya dia berhenti. Tidak usah dia melebihi batas itu. Janganlah dia menjadi orang yang terburu-buru bersikap dan berkomentar terhadap segala kejadian.

Apabila dia mendengar suara dari arah kanan maka dia pun segera berjalan menuju ke sana. Dan apabila dia mendengar suara dari sebelah kiri maka dia pun segara berjalan menuju ke sana. Hal semacam ini tidak layak bagi seorang penimba ilmu.

Sesungguhnya yang pantas bagi penimba ilmu adalah menyibukkan diri untuk menimba ilmu dan menyerahkan segala urusan kepada ahlinya. Hendaknya dia menyadari dan menghargai kedudukan para ulama, dan hendaklah dia mengerti kadar dan kapasitas dirinya sendiri.

(lihat al-‘Ilmu Wasaa’iluhu wa Tsimaaruhu, hal. 37-38)

Keterangan :

Ini adalah nasihat yang sangat berharga bagi seorang penimba ilmu dan kaum muslimin secara umum. Yaitu hendaklah mereka menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat dan menjadi tugas mereka masing-masing. Tidak sepantasnya seorang muslim apalagi penimba ilmu kemudian sibuk mengomentari dan memperbincangkan hal-hal yang di luar kapasitasnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah satu kebaikan Islam seorang adalah dengan meninggalkan apa-apa yang tidak penting dan bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengarahkan kepada kita semua, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batu.” (at-Tahrim : 6)

Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr : 1-3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua buah nikmat yang kebanyakan manusia merugi dan tertipu oleh keduanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Bersegeralah dalam melakukan amal-amal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seorang masih beriman tetapi di sore hari berubah menjadi kafir. Atau pada sore hari masih beriman kemudian pagi harinya menjadi kafir. Dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim)

Tidaklah diragukan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah salah satu tugas dan kewajiban umat Islam. Meskipun demikian perlu diingat juga bahwa hal itu harus dilandasi dengan ilmu dan pemahaman. Bukan hanya bermodal semangat dan perasaan. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah -Muhammad-; Inilah jalanku, aku menyeru menuju Allah di atas bashirah/ilmu yang nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku…” (Yusuf : 108)

Para ulama pun telah menjelaskan bahwa ilmu yang dibutuhkan dalam dakwah ini mencakup ilmu tentang syari’at, ilmu tentang tata-cara berdakwah yang benar, dan ilmu mengenai kondisi orang-orang yang didakwahi. Karena berdakwah tanpa ilmu justru akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki keadaan. Ingatlah, bahwa niat baik harus diiringi dengan cara yang baik pula.

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Maukah kami kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya dalam kehidupan dunia sementara mereka mengira telah berbuat yang sebaik-baiknya.” (al-Kahfi : 103-104). Para ulama menjelaskan bahwa diantara yang dimaksud oleh ayat ini adalah kaum Khawarij yang menyangka dirinya menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar namun pada kenyataannya justru merusak agama, merusak dirinya sendiri, dan merusak umat Islam.

Perkara semacam ini banyak kita jumpai pada para pemuda. Apalagi pada masa ini dimana media sosial begitu mewarnai kehidupan mereka. Berita dan informasi dari berbagai penjuru membanjiri kehidupan dalam kondisi mereka tidak sanggup menyaring dan menyikapinya dengan benar. Oleh sebab itu para ulama menyebut media informasi laksana pedang bermata dua. Apabila dimanfaatkan untuk kebaikan maka dia akan mendatangkan kebaikan yang sangat besar. Namun sebaliknya apabila digunakan untuk keburukan maka akan membinasakan manusia itu sendiri.

Oleh sebab itu pada kesempatan yang sangat berharga ini, kami hanya ingin mewasiatkan kepada diri kami dan juga segenap kaum muslimin; marilah kita berusaha untuk menebarkan kebaikan demi kebaikan untuk menyelamatkan diri kita kelak di akhirat.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits mengenai tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat, diantaranya adalah, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Anda wahai para pemuda, adalah harapan masa depan bangsa dan umat manusia. Inilah saatnya bagi anda untuk menebar benih amal salih agar pada hari esok anda bisa menuai pahala dan balasan kebaikan yang berlipat ganda dari sisi Allah. Pada hari itu tidak lagi bermanfaat harta dan keturunan kecuali bagi orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.

————-

Alhamdulillah sementara ini sudah terkumpul donasi Graha al-Mubarok sebesar Rp.213 juta. Masih terbuka kesempatan untuk berdonasi. Semoga Allah memberikan balasan terbaik bagi segenap donatur.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/sebuah-pelajaran-bagi-penimba-ilmu/